Sketsa Iman, 5 September 2018
Bacaan 1 : 1 Kor 3:1-9
Bacaan Injil : Luk 4:38-44
Ulasan Kitab Suci :
3:1 Dan aku, saudara-saudara, pada waktu itu tidak dapat berbicara dengan kamu seperti dengan manusia rohani, tetapi hanya dengan manusia duniawi, yang belum dewasa dalam Kristus. 3:2 Susulah yang kuberikan kepadamu, bukanlah makanan keras, sebab kamu belum dapat menerimanya. Dan sekarangpun kamu belum dapat menerimanya. 3:3 Karena kamu masih manusia duniawi. Sebab, jika di antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara manusiawi? 3:4 Karena jika yang seorang berkata: "Aku dari golongan Paulus," dan yang lain berkata: "Aku dari golongan Apolos," bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi yang bukan rohani? 3:5 Jadi, apakah Apolos? Apakah Paulus? Pelayan-pelayan Tuhan yang olehnya kamu menjadi percaya, masing-masing menurut jalan yang diberikan Tuhan kepadanya. 3:6 Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberi pertumbuhan. 3:7Karena itu yang penting bukanlah yang menanam atau yang menyiram, melainkan Allah yang memberi pertumbuhan. 3:8 Baik yang menanam maupun yang menyiram adalah sama; dan masing-masing akan menerima upahnya sesuai dengan pekerjaannya sendiri. 3:9 Karena kami adalah kawan sekerja Allah; kamu adalah ladang Allah, bangunan Allah. (1 Kor 3:1-9)
Renungan :
Kita bisa memetik fokus permenungan yang positif dari nasihat St Paulus kepada umat di Korintus. Ketika itu, orang-orang di Korintus amat mementingkan status dan kedudukan, dan juga mereka berkelompok-kelompok. Mereka membatasi arena pergaulan mereka dan menyebut diri kelompok Paulus, atau kelompok Apolos. Karena hal - hal itu juga, masih terjadi pertengkaran - pertengkaran di dalam jemaat Korintus.
Maka, Paulus berkata bahwa sebenarnya sejak awal dia sudah mengusahakan pembangunan karakter dan gaya hidup pengikut Kristus yang baru, yang disebutnya dengan istilah manusia rohani. Ketika mengetahui bahwa mereka bertengkar, Paulus pun berkata bahwa mereka masih manusia duniawi yang lama, dan masih harus berjuang. Untuk mengatasi pertengkaran ini, Paulus tidak membela salah satu kelompok, entah yang menyandang namanya atau pun yang menyandang nama Apolos.
Bagi Paulus, salah satu cara untuk menjadi manusia rohani yang sempurna, adalah yang melihat Tuhan sebagai pokok hidup. Jadi sekarang, label - label Apolos atau Paulus gugur seketika. Mengapa ? Karena masing-masing memiliki peran sendiri - sendiri yang mestinya dalam kerangka komunitas Gereja yang baru, saling melengkapi satu dengan yang lain. Paulus disebut menanam, karena dialah yang membangun pondasi awal umat Korintus, lalu Apolos disebut menyiram karena Apolos memelihara, tetapi Allah memberi pertumbuhan! Jauh lebih penting memberi pertumbuhan, karena itulah yang menghidupkan kita semua.
Dewasa ini, di dalam hidup kita masih terdapat banyak sekali gesekan-gesekan antar sesama. Misalkan apabila ada dua koordinator dalam satu acara , yang satu merasa lebih baik dari yang lain dan tidak saling berbicara lalu mengambil tindakan, berakibat ada yang tersinggung, ada yang marah dan ada yang merasa kurang dihargai. Bila kita tidak memusatkan tujuan pelayanan untuk kemuliaan Tuhan, yang terjadi adalah ego yang berkuasa. Rasa sakit hati muncul, rasa sedih muncul, kelelahan dan kekeringan rohani, rasa dendam dan iri muncul dimana - mana, ketika seseorang mengambil standar hidup yang bukan Kristus.
Setiap orang telah menerima dari Tuhan, seperangkat misi hidup sendiri yang jika dikombinasikan dengan situasi hidup dan bakatnya, bisa memberikan kontribusi tertentu yang baik. Seorang yang bertalenta musik , misalkan main gitar mampu menjadi terang bagi sesama di dalam kelompok pemusik Gereja atau komunitas rohani. Yang lain mungkin punya kebiasaan doa yang mendalam dan dipilih / diajak untuk membangun budaya doa yang baik. Daftar ini masih berlanjut di semua bidang kehidupan.
Tidak ada satu orang pun yang tidak berguna! Setiap orang punya peran masing-masing, jadi kita pun tidak boleh meremehkan posisi orang lain dan meninggikan yang lain hanya karena yang lebih ditinggikan ini punya banyak talenta. Ingatlah bahwa Tuhan adalah pemilik semua talenta dan wewenang itu. Marilah kita bersikap bijaksana dan berjuang menjadi manusia rohani yang mengandalkan Kristus. Selamat melayani.
Teladan Orang Kudus : St Laurentius Giustiniani
Laurensius dilahirkan di Venice, Italia, pada tahun 1381. Ibunya kadang-kadang berpikir bahwa puteranya berkhayal terlalu tinggi. Laurensius selalu mengatakan kepada ibunya bahwa ia ingin menjadi seorang kudus, seorang santo. Ketika usianya sembilanbelas tahun, Laurensius merasa bahwa ia harus melayani Tuhan dengan suatu cara yang istimewa. Ia meminta nasehat kepada pamannya, seorang imam yang kudus dari komunitas St. George. “Apakah kamu memiliki keberanian untuk meninggalkan kesenangan duniawi dan melewatkan hidupmu dengan melakukan silih?” tanya pamannya. Cukup lama Laurensius tidak menjawab. Kemudian ia menatap salib dan berkata, “Engkau, oh Tuhan, adalah harapanku. Dalam Salib ada ketenteraman serta kekuatan.”
Ibunya menginginkannya untuk menikah, tetapi Laurensius bergabung dengan komunitas St. George. Tugas pertamanya adalah pergi ke kampung-kampung di kotanya untuk meminta derma bagi ordonya. Laurensius tidak malu pergi meminta-minta. Ia tahu bahwa derma uang ataupun barang akan berguna bagi karya Tuhan. Ia bahkan pergi ke depan rumahnya sendiri dan meminta derma. Ibunya berusaha mengisi kantongnya dengan banyak makanan agar Laurensius dapat segera pulang ke biaranya. Tetapi Laurensius hanya menerima dua potong roti dan pergi ke rumah sebelah untuk meminta derma lagi. Dengan demikian, ia belajar bagaimana mempraktekkan penyangkalan diri dan semakin bertumbuh dalam kasih kepada Tuhan.
Suatu hari seorang teman datang membujuk Laurensius untuk meninggalkan biaranya. Laurensius menjelaskan kepada temannya itu betapa singkatnya hidup dan betapa bijaksananya untuk melewatkan hidup demi surga. Temannya amat terkesan dan terdorong untuk menjadi seorang religius juga.
Di kemudian hari Laurensius diangkat menjadi Uskup, meskipun ia sendiri kurang senang akan hal itu. Umatnya segera mengetahui betapa lembut hati dan kudusnya Uskup mereka. Orang berbondong-bondong datang kepadanya setiap hari untuk memohon pertolongannya. Menjelang ajalnya, St. Laurensius menolak berbaring di tempat tidur yang nyaman. “Tidak boleh demikian!” serunya dengan rendah hati. “Tuhanku terentang di kayu yang keras serta menyakitkan.” St. Laurensius Giustiniani wafat pada tahun 1455.
Bacaan 1 : 1 Kor 3:1-9
Bacaan Injil : Luk 4:38-44
Ulasan Kitab Suci :
3:1 Dan aku, saudara-saudara, pada waktu itu tidak dapat berbicara dengan kamu seperti dengan manusia rohani, tetapi hanya dengan manusia duniawi, yang belum dewasa dalam Kristus. 3:2 Susulah yang kuberikan kepadamu, bukanlah makanan keras, sebab kamu belum dapat menerimanya. Dan sekarangpun kamu belum dapat menerimanya. 3:3 Karena kamu masih manusia duniawi. Sebab, jika di antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara manusiawi? 3:4 Karena jika yang seorang berkata: "Aku dari golongan Paulus," dan yang lain berkata: "Aku dari golongan Apolos," bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi yang bukan rohani? 3:5 Jadi, apakah Apolos? Apakah Paulus? Pelayan-pelayan Tuhan yang olehnya kamu menjadi percaya, masing-masing menurut jalan yang diberikan Tuhan kepadanya. 3:6 Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberi pertumbuhan. 3:7Karena itu yang penting bukanlah yang menanam atau yang menyiram, melainkan Allah yang memberi pertumbuhan. 3:8 Baik yang menanam maupun yang menyiram adalah sama; dan masing-masing akan menerima upahnya sesuai dengan pekerjaannya sendiri. 3:9 Karena kami adalah kawan sekerja Allah; kamu adalah ladang Allah, bangunan Allah. (1 Kor 3:1-9)
Renungan :
Kita bisa memetik fokus permenungan yang positif dari nasihat St Paulus kepada umat di Korintus. Ketika itu, orang-orang di Korintus amat mementingkan status dan kedudukan, dan juga mereka berkelompok-kelompok. Mereka membatasi arena pergaulan mereka dan menyebut diri kelompok Paulus, atau kelompok Apolos. Karena hal - hal itu juga, masih terjadi pertengkaran - pertengkaran di dalam jemaat Korintus.
Maka, Paulus berkata bahwa sebenarnya sejak awal dia sudah mengusahakan pembangunan karakter dan gaya hidup pengikut Kristus yang baru, yang disebutnya dengan istilah manusia rohani. Ketika mengetahui bahwa mereka bertengkar, Paulus pun berkata bahwa mereka masih manusia duniawi yang lama, dan masih harus berjuang. Untuk mengatasi pertengkaran ini, Paulus tidak membela salah satu kelompok, entah yang menyandang namanya atau pun yang menyandang nama Apolos.
Bagi Paulus, salah satu cara untuk menjadi manusia rohani yang sempurna, adalah yang melihat Tuhan sebagai pokok hidup. Jadi sekarang, label - label Apolos atau Paulus gugur seketika. Mengapa ? Karena masing-masing memiliki peran sendiri - sendiri yang mestinya dalam kerangka komunitas Gereja yang baru, saling melengkapi satu dengan yang lain. Paulus disebut menanam, karena dialah yang membangun pondasi awal umat Korintus, lalu Apolos disebut menyiram karena Apolos memelihara, tetapi Allah memberi pertumbuhan! Jauh lebih penting memberi pertumbuhan, karena itulah yang menghidupkan kita semua.
Dewasa ini, di dalam hidup kita masih terdapat banyak sekali gesekan-gesekan antar sesama. Misalkan apabila ada dua koordinator dalam satu acara , yang satu merasa lebih baik dari yang lain dan tidak saling berbicara lalu mengambil tindakan, berakibat ada yang tersinggung, ada yang marah dan ada yang merasa kurang dihargai. Bila kita tidak memusatkan tujuan pelayanan untuk kemuliaan Tuhan, yang terjadi adalah ego yang berkuasa. Rasa sakit hati muncul, rasa sedih muncul, kelelahan dan kekeringan rohani, rasa dendam dan iri muncul dimana - mana, ketika seseorang mengambil standar hidup yang bukan Kristus.
Setiap orang telah menerima dari Tuhan, seperangkat misi hidup sendiri yang jika dikombinasikan dengan situasi hidup dan bakatnya, bisa memberikan kontribusi tertentu yang baik. Seorang yang bertalenta musik , misalkan main gitar mampu menjadi terang bagi sesama di dalam kelompok pemusik Gereja atau komunitas rohani. Yang lain mungkin punya kebiasaan doa yang mendalam dan dipilih / diajak untuk membangun budaya doa yang baik. Daftar ini masih berlanjut di semua bidang kehidupan.
Tidak ada satu orang pun yang tidak berguna! Setiap orang punya peran masing-masing, jadi kita pun tidak boleh meremehkan posisi orang lain dan meninggikan yang lain hanya karena yang lebih ditinggikan ini punya banyak talenta. Ingatlah bahwa Tuhan adalah pemilik semua talenta dan wewenang itu. Marilah kita bersikap bijaksana dan berjuang menjadi manusia rohani yang mengandalkan Kristus. Selamat melayani.
Teladan Orang Kudus : St Laurentius Giustiniani
Laurensius dilahirkan di Venice, Italia, pada tahun 1381. Ibunya kadang-kadang berpikir bahwa puteranya berkhayal terlalu tinggi. Laurensius selalu mengatakan kepada ibunya bahwa ia ingin menjadi seorang kudus, seorang santo. Ketika usianya sembilanbelas tahun, Laurensius merasa bahwa ia harus melayani Tuhan dengan suatu cara yang istimewa. Ia meminta nasehat kepada pamannya, seorang imam yang kudus dari komunitas St. George. “Apakah kamu memiliki keberanian untuk meninggalkan kesenangan duniawi dan melewatkan hidupmu dengan melakukan silih?” tanya pamannya. Cukup lama Laurensius tidak menjawab. Kemudian ia menatap salib dan berkata, “Engkau, oh Tuhan, adalah harapanku. Dalam Salib ada ketenteraman serta kekuatan.”
Ibunya menginginkannya untuk menikah, tetapi Laurensius bergabung dengan komunitas St. George. Tugas pertamanya adalah pergi ke kampung-kampung di kotanya untuk meminta derma bagi ordonya. Laurensius tidak malu pergi meminta-minta. Ia tahu bahwa derma uang ataupun barang akan berguna bagi karya Tuhan. Ia bahkan pergi ke depan rumahnya sendiri dan meminta derma. Ibunya berusaha mengisi kantongnya dengan banyak makanan agar Laurensius dapat segera pulang ke biaranya. Tetapi Laurensius hanya menerima dua potong roti dan pergi ke rumah sebelah untuk meminta derma lagi. Dengan demikian, ia belajar bagaimana mempraktekkan penyangkalan diri dan semakin bertumbuh dalam kasih kepada Tuhan.
Suatu hari seorang teman datang membujuk Laurensius untuk meninggalkan biaranya. Laurensius menjelaskan kepada temannya itu betapa singkatnya hidup dan betapa bijaksananya untuk melewatkan hidup demi surga. Temannya amat terkesan dan terdorong untuk menjadi seorang religius juga.
Di kemudian hari Laurensius diangkat menjadi Uskup, meskipun ia sendiri kurang senang akan hal itu. Umatnya segera mengetahui betapa lembut hati dan kudusnya Uskup mereka. Orang berbondong-bondong datang kepadanya setiap hari untuk memohon pertolongannya. Menjelang ajalnya, St. Laurensius menolak berbaring di tempat tidur yang nyaman. “Tidak boleh demikian!” serunya dengan rendah hati. “Tuhanku terentang di kayu yang keras serta menyakitkan.” St. Laurensius Giustiniani wafat pada tahun 1455.
Ref :
http://yesaya.indocell.net/id239_st__laurensius_giustiniani.htm
Doa :
Ya Tuhan, Allah Bapa yang Maha baik, lewat pembaptisan, kami telah Engkau jadikan anak-anakMu. Namun dalam hidup kami, dengan kelemahan - kelemahan kami terkadang kami masih belum mampu membangun karakter manusia rohani kami. Curahkanlah Roh KudusMu supaya hati kami senantiasa peka dan pikiran kami selalu diperbaharui sehingga kami bisa berjuang menjadi anak-anakMu yang baik. Demi Kristus, Tuhan dan pengantara kami. Amin
Doa :
Ya Tuhan, Allah Bapa yang Maha baik, lewat pembaptisan, kami telah Engkau jadikan anak-anakMu. Namun dalam hidup kami, dengan kelemahan - kelemahan kami terkadang kami masih belum mampu membangun karakter manusia rohani kami. Curahkanlah Roh KudusMu supaya hati kami senantiasa peka dan pikiran kami selalu diperbaharui sehingga kami bisa berjuang menjadi anak-anakMu yang baik. Demi Kristus, Tuhan dan pengantara kami. Amin
Komentar
Posting Komentar