Sketsa Iman, 6 November 2018
Bacaan 1 : Flp 2 : 5-11
Bacaan Injil : Luk 14 : 15-24
Bacaan Kitab Suci :
Renungan :
Tamu-tamu yang mendengarkan sabda Yesus terkait tentang bagaimana sikap seseorang dalam pesta yang jangan menduduki tempat-tempat kehormatan mau tak mau merasa tertarik dan membayangkan tentang perjamuan Allah yang megah dan indah. Mereka segera memiliki bayangan kebahagiaan hadir di acara yang meriah itu. Sayangnya, Yesus menunjukkan realita yang berkebalikan dengan sukacita orang-orang datang ke pesta perjamuan. Bukannya menanggapi undangan itu, malahan tiap-tiap orang menolak untuk hadir dengan berbagai dalih mereka, dalam perumpamaan Yesus berikutnya.
Berbagai macam kesibukan yang nyata hingga saat ini : mau membeli ladang , mau mencoba lima pasang lembu kebiri , baru menikah. Realita ini tidak menyurutkan semangat sang tuan rumah dalam perumpamaan Yesus. Jadilah dia mengutus hamba-hambanya supaya mengundang orang-orang dijalan-jalan : orang-orang miskin, orang-orang cacat, orang-orang lumpuh. Bahkan ketika semua itu sudah dilakukan, hambanya melaporkan masih ada tempat lagi sehingga tuan itu meminta supaya dipanggil lebih banyak orang di semua jalan supaya memenuhi tempat perjamuan itu.
Dalam aspek rohani, Allah mau memberkati semua orang. Ia mengundang kita semua senantiasa, namun seringkali kita berdalih dari panggilan-panggilanNya. Panggilan Tuhan Yesus secara khusus adalah supaya kita menjadi serupa dengan-Nya dalam teladan dan dalam perbuatan. Di bagian bacaan 1, Surat Paulus yang menekankan pengorbanan Kristus yang mengosongkan diri hingga wafat di salib adalah salah satu contoh undangan Tuhan, supaya kita juga mau berserah total kepada Allah dan berkarya bagi sesama secara total.
Totalitas ini adalah sikap kita yang bersedia untuk ikut hadir dalam perjamuan Allah. Kita tidak harus tampil seindah-indahnya, bahkan bila kita punya kekurangan dan kelemahan, kita tetap mesti mendekat kepadaNya. Bukankah bila tuan rumah mengundang kita untuk hadir, dan kita memiliki kekurangan untuk hadir di pesta itu, pasti tuan rumah itu akan bertindak untuk kita? Yang diperlukan dari kita adalah kesediaan untuk "hadir" dalam perjamuan itu.
Yesus sendiri banyak memberikan perumpamaan - perumpamaan tentang keberadaan Kerajaan Allah di dunia. Kita adalah bagian tidak tergantikan yang mewujudkan Kerajaan Allah itu. Jadi, kita semua dipanggil untuk bersikap nyata : perhatian kepada sesama dan kepasrahan kepada Tuhan. Dua tindakan ini akan senantiasa diwartakan kepada kita semua supaya kita selalu bisa bertumbuh dititik manapun kita saat ini. Allah, tidak akan tinggal diam. Ia akan melengkapi kekurangan - kekurangan kita dan membantu kita sehingga kita bisa bertumbuh dan berbuah hal-hal yang positif.
Teladan Orang Kudus : St Theophane Venard
Bahkan semasa mudanya, imam Perancis yang kudus ini telah berangan-angan untuk menjadi seorang martir. Ia bersekolah untuk menjadi seorang imam. Kemudian ia masuk seminari untuk para misionaris di Paris, Perancis. Keluarganya, yang sangat ia kasihi, teramat sedih memikirkan bahwa kelak, setelah menjadi imam, ia akan meninggalkan mereka. Pada masa itu perjalanan tidaklah semudah seperti sekarang ini. Theophane sadar bahwa perjalanannya menyeberangi samudera luas ke Timur hampir dapat dipastikan akan memisahkannya dari keluarganya sepanjang hidupnya.
“Saudariku tersayang,” demikian tulisnya dalam salah satu suratnya, “betapa aku menangis ketika membaca suratmu. Ya, aku sadar sepenuhnya akan penderitaan besar yang aku timbulkan bagi keluarga kita. Aku pikir, terlebih-lebih lagi betapa dahsyat penderitaan itu bagimu, adikku terkasih. Tetapi, tidakkah kamu berpikir bahwa aku mencucurkan banyak air mata juga? Dengan mengambil keputusan demikian, aku sadar bahwa aku akan menyebabkan penderitaan teramat besar bagi kalian semua. Siapakah yang mencintai keluarganya lebih daripada aku? Seluruh kebahagiaanku di dunia ini berasal dari sana. Tetapi Tuhan, yang telah mempersatukan kita semua dalam ikatan cinta kasih mesra, ingin menarikku dari sana.”
Setelah ditahbiskan menjadi imam, Theophane berangkat ke Hong Kong. Ia mulai berlayar pada bulan September 1852. Ia belajar beberapa bahasa asing selama lebih dari setahun di sana. Kemudian ia melanjutkan perjalanannya ke Tongking. Dua rintangan menghambat karya misionaris kita yang penuh semangat ini, yaitu: kesehatannya yang buruk dan penganiayaan yang dahsyat. Tetapi ia terus berjuang dengan gigih. Sering ia menulis kepada saudarinya yang terkasih di Perancis tentang segala petualangan serta pengalamannya meloloskan diri dari para penganiayanya. Akhirnya, setelah dengan gigih melayani banyak umat Kristiani di Tongking, Theophane tertangkap juga. Ia dirantai dan dimasukkan dalam kurungan selama dua bulan.
Sikapnya yang lemah lembut meluluhkan hati semua orang, bahkan para sipir penjara. Ia berhasil menulis sepucuk surat kepada keluarganya di mana ia menulis, “Semua orang di sekitarku adalah orang yang beradab serta sopan. Banyak dari antara mereka yang mengasihiku. Dari pejabat tinggi hingga prajurit yang terendah sekali pun, semua menyesalkan bahwa hukum negara menjatuhkan hukuman mati. Aku tidaklah mereka siksa seperti saudara-saudaraku yang lain.” Namun demikian, simpati mereka tidaklah dapat menyelamatkan nyawanya. Setelah St. Theophane dipenggal kepalanya, kerumunan umat berebut mencelupkan saputangan mereka pada darahnya (sebagai reliqui). St. Theophane wafat sebagai martir pada tanggal 2 Februari 1861. Pastor Venard dinyatakan kudus oleh Paus Yohanes Paulus II pada tanggal 19 Juni 1988. Ia adalah salah seorang dari Para Martir Vietnam yang pestanya dirayakan pada tanggal 24 November.
Bahkan semasa mudanya, imam Perancis yang kudus ini telah berangan-angan untuk menjadi seorang martir. Ia bersekolah untuk menjadi seorang imam. Kemudian ia masuk seminari untuk para misionaris di Paris, Perancis. Keluarganya, yang sangat ia kasihi, teramat sedih memikirkan bahwa kelak, setelah menjadi imam, ia akan meninggalkan mereka. Pada masa itu perjalanan tidaklah semudah seperti sekarang ini. Theophane sadar bahwa perjalanannya menyeberangi samudera luas ke Timur hampir dapat dipastikan akan memisahkannya dari keluarganya sepanjang hidupnya.
“Saudariku tersayang,” demikian tulisnya dalam salah satu suratnya, “betapa aku menangis ketika membaca suratmu. Ya, aku sadar sepenuhnya akan penderitaan besar yang aku timbulkan bagi keluarga kita. Aku pikir, terlebih-lebih lagi betapa dahsyat penderitaan itu bagimu, adikku terkasih. Tetapi, tidakkah kamu berpikir bahwa aku mencucurkan banyak air mata juga? Dengan mengambil keputusan demikian, aku sadar bahwa aku akan menyebabkan penderitaan teramat besar bagi kalian semua. Siapakah yang mencintai keluarganya lebih daripada aku? Seluruh kebahagiaanku di dunia ini berasal dari sana. Tetapi Tuhan, yang telah mempersatukan kita semua dalam ikatan cinta kasih mesra, ingin menarikku dari sana.”
Setelah ditahbiskan menjadi imam, Theophane berangkat ke Hong Kong. Ia mulai berlayar pada bulan September 1852. Ia belajar beberapa bahasa asing selama lebih dari setahun di sana. Kemudian ia melanjutkan perjalanannya ke Tongking. Dua rintangan menghambat karya misionaris kita yang penuh semangat ini, yaitu: kesehatannya yang buruk dan penganiayaan yang dahsyat. Tetapi ia terus berjuang dengan gigih. Sering ia menulis kepada saudarinya yang terkasih di Perancis tentang segala petualangan serta pengalamannya meloloskan diri dari para penganiayanya. Akhirnya, setelah dengan gigih melayani banyak umat Kristiani di Tongking, Theophane tertangkap juga. Ia dirantai dan dimasukkan dalam kurungan selama dua bulan.
Sikapnya yang lemah lembut meluluhkan hati semua orang, bahkan para sipir penjara. Ia berhasil menulis sepucuk surat kepada keluarganya di mana ia menulis, “Semua orang di sekitarku adalah orang yang beradab serta sopan. Banyak dari antara mereka yang mengasihiku. Dari pejabat tinggi hingga prajurit yang terendah sekali pun, semua menyesalkan bahwa hukum negara menjatuhkan hukuman mati. Aku tidaklah mereka siksa seperti saudara-saudaraku yang lain.” Namun demikian, simpati mereka tidaklah dapat menyelamatkan nyawanya. Setelah St. Theophane dipenggal kepalanya, kerumunan umat berebut mencelupkan saputangan mereka pada darahnya (sebagai reliqui). St. Theophane wafat sebagai martir pada tanggal 2 Februari 1861. Pastor Venard dinyatakan kudus oleh Paus Yohanes Paulus II pada tanggal 19 Juni 1988. Ia adalah salah seorang dari Para Martir Vietnam yang pestanya dirayakan pada tanggal 24 November.
Ref :
Doa :
Ya Allah, Bapa yang Mahakuasa, limpahkanlah kepada kami ketaatan sejati di dalam hati kami supaya kami senantiasa menyediakan waktu bagiMu. Kami juga mau belajar untuk beriman dalam setiap tindakan kami sehari-hari. Demi Kristus, Tuhan dan pengantara kami. Amin
Komentar
Posting Komentar