Sketsa Iman, 14 Agustus 2018
Bacaan 1 : Yeh 2:8-3:4
Bacaan Injil : Mat 18:1-5.10.12-14
Ulasan Kitab Suci :
18:1 Pada waktu itu datanglah murid-murid itu kepada Yesus dan bertanya: "Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga?" 18:2 Maka Yesus memanggil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka 18:3 lalu berkata: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga. 18:4 Sedangkan barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga. 18:5 Dan barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku." 18:10 Ingatlah, jangan menganggap rendah seorang dari anak-anak kecil ini. Karena Aku berkata kepadamu: Ada malaikat mereka di sorga yang selalu memandang wajah Bapa-Ku yang di sorga. 18:12 "Bagaimana pendapatmu? Jika seorang mempunyai seratus ekor domba, dan seekor di antaranya sesat, tidakkah ia akan meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di pegunungan dan pergi mencari yang sesat itu? 18:13 Dan Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jika ia berhasil menemukannya, lebih besar kegembiraannya atas yang seekor itu dari pada atas yang kesembilan puluh sembilan ekor yang tidak sesat. 18:14 Demikian juga Bapamu yang di sorga tidak menghendaki supaya seorangpun dari anak-anak ini hilang."
Renungan :
Hari ini, kita menemukan salah satu pertanyaan menarik yang bisa saja diajukan oleh siapa saja kepada Tuhan, yaitu "Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga." Standar dunia terkait dengan hal-hal seperti ini biasanya adalah kedudukan, kehormatan, status sosial yang bagus dan segalanya serba no 1 atau setidaknya kelas atas. Dan hal-hal ini biasanya hanya bisa dicapai oleh segelintir orang saja.
Tuhan Yesus malah memanggil dan menempatkan seorang anak kecil ditengah-tengah para murid. Yesus mengatakan bahwa semua orang harus merendahkan dirinya, seperti anak kecil itu barulah mereka bisa menjadi yang terbesar dalam Kerajaan Surga. Begitu juga dengan cara anak kecil menyambut Yesus, begitu juga semua orang menyambutNya.
Identitas sebagai anak-anak Allah ini kemudian disambut dengan konsep Allah sebagai Bapa, sebagai orang tua yang penuh kasih terhadap anak-anakNya. Maka dari itu, berlanjutlah pelajaran tentang kasih Allah yang tanpa batas, seperti seorang gembala yang menolong domba tersesat, begitu juga dengan Allah yang menjadi orang tua yang perhatian untuk kita.
Jika kita bertahan seperti anak kecil, kita bertahan dengan kemurnian hati kita. Kita bertahan dengan sikap bergantung sepenuhnya terhadap orang tua kita untuk segala kebutuhan kita, dalam hal ini kepada Bapa. Kita bergantung pada keputusan baik dan buruk dari Allah untuk kita, kita meminta perencanaan dan izin atas terwujudnya rencana itu sepenuhnya kepada Bapa.
Terkait dengan pertobatan, mengambil sikap seperti anak kecil yang setia adalah mengambil sikap optimis dan penuh semangat. Anak kecil belajar menyerap nasihat dari orang tua dan meniru teladan orang tuanya. Ketika mereka salah dan ditegur, mereka akan berusaha untuk memperbaiki tanpa banyak membantah. Begitu pun kita juga sebenarnya harus bersikap, jangan menonjolkan pembenaran dan bantahan-bantahan terhadap teguran yang diberikan Tuhan kepada kita, baik secara rohani melalui sumber-sumber tertentu saat kita membaca kitab suci, mengikuti seminar, mendengarkan kotbah Pastor atau yang datang dari kerabat-kerabat dan orang-orang terdekat kita.
Teladan Orang Kudus : St. Maximillianus Maria Kolbe
Raymond Kolbe dilahirkan di Polandia pada tahun 1894. Ia bergabung dengan Ordo Fransiskan pada tahun 1907 dan memilih nama seperti kita mengenalnya sekarang: Maximilianus. Maximilianus amat mencintai panggilannya dan secara istimewa ia mencintai Santa Perawan Maria. Ia menambahkan nama “Maria” pada namanya ketika ia mengucapkan kaul agungnya pada tahun 1914. Pastor Maximilianus Maria yakin bahwa dunia abad keduapuluh membutuhkan Bunda Surgawi mereka untuk membimbing serta melindunginya. Ia mempergunakan media cetak agar Maria lebih dikenal luas. Ia bersama dengan teman-teman Fransiskannya menerbitkan bulletin yang terbit dua bulan sekali yang segera saja tersebar dan dibaca orang di seluruh dunia.
Bunda Allah memberkati karya Pastor Maximilianus Kolbe. Ia membangun sebuah biara besar di Polandia. Biara tersebut dinamainya “Kota Immaculata”. Pada tahun 1938, delapan ratus biarawan Fransiskan tinggal serta berkarya di sana untuk mewartakan kasih sayang Maria. Pastor Kolbe juga membangun sebuah Kota Immaculata di Nagasaki, Jepang. Dan sebuah lagi dibangunnya di India. Pada tahun 1938, Nazi menyerbu Kota Immaculata Polandia. Mereka menghentikan karya mengagumkan yang berlangsung di sana. Pada tahun 1941, kaum Nazi menangkap Pastor Kolbe. Mereka menjatuhkan hukuman kerja paksa di Auschwitz. Pastor Kolbe telah berada di Auschwitz selama tiga bulan lamanya ketika seorang tahanan berhasil melarikan diri. Para Nazi menghukum tahanan yang tersisa oleh karena tahanan yang melarikan diri tersebut. Mereka memilih secara acak sepuluh orang tahanan untuk dihukum mati dalam bunker kelaparan. Seluruh tahanan berdiri tegang sementara sepuluh orang ditarik keluar dari barisan. Seorang tahanan yang terpilih, seorang pria yang telah menikah dan mempunyai keluarga, merengek serta memohon dengan sangat agar diampuni demi anak-anaknya. Pastor Kolbe, yang tidak terpilih, mendengarnya dan hatinya tergerak oleh belas kasihan yang mendalam untuk menolong tahanan yang menderita itu. Ia maju ke depan dan bertanya kepada komandan apakah ia dapat menggantikan tahanan tersebut. Sang komandan setuju dengan permintaannya.
Pastor Kolbe dan para tahanan yang lain digiring masuk ke dalam bunker kelaparan. Mereka tetap hidup tanpa makanan atau pun air selama beberapa hari. Satu per satu, sementara mereka mati kelaparan, Pastor Kolbe menolong serta menghibur mereka. Ia yang terakhir meninggal. Suatu suntikan carbolic acid mempercepat kematiannya pada tanggal 14 Agustus 1941. Ia dinyatakan kudus dan martir oleh Paus Yohanes Paulus II pada tahun 1982.
Bacaan 1 : Yeh 2:8-3:4
Bacaan Injil : Mat 18:1-5.10.12-14
Ulasan Kitab Suci :
18:1 Pada waktu itu datanglah murid-murid itu kepada Yesus dan bertanya: "Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga?" 18:2 Maka Yesus memanggil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka 18:3 lalu berkata: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga. 18:4 Sedangkan barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga. 18:5 Dan barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku." 18:10 Ingatlah, jangan menganggap rendah seorang dari anak-anak kecil ini. Karena Aku berkata kepadamu: Ada malaikat mereka di sorga yang selalu memandang wajah Bapa-Ku yang di sorga. 18:12 "Bagaimana pendapatmu? Jika seorang mempunyai seratus ekor domba, dan seekor di antaranya sesat, tidakkah ia akan meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di pegunungan dan pergi mencari yang sesat itu? 18:13 Dan Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jika ia berhasil menemukannya, lebih besar kegembiraannya atas yang seekor itu dari pada atas yang kesembilan puluh sembilan ekor yang tidak sesat. 18:14 Demikian juga Bapamu yang di sorga tidak menghendaki supaya seorangpun dari anak-anak ini hilang."
Renungan :
Hari ini, kita menemukan salah satu pertanyaan menarik yang bisa saja diajukan oleh siapa saja kepada Tuhan, yaitu "Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga." Standar dunia terkait dengan hal-hal seperti ini biasanya adalah kedudukan, kehormatan, status sosial yang bagus dan segalanya serba no 1 atau setidaknya kelas atas. Dan hal-hal ini biasanya hanya bisa dicapai oleh segelintir orang saja.
Tuhan Yesus malah memanggil dan menempatkan seorang anak kecil ditengah-tengah para murid. Yesus mengatakan bahwa semua orang harus merendahkan dirinya, seperti anak kecil itu barulah mereka bisa menjadi yang terbesar dalam Kerajaan Surga. Begitu juga dengan cara anak kecil menyambut Yesus, begitu juga semua orang menyambutNya.
Identitas sebagai anak-anak Allah ini kemudian disambut dengan konsep Allah sebagai Bapa, sebagai orang tua yang penuh kasih terhadap anak-anakNya. Maka dari itu, berlanjutlah pelajaran tentang kasih Allah yang tanpa batas, seperti seorang gembala yang menolong domba tersesat, begitu juga dengan Allah yang menjadi orang tua yang perhatian untuk kita.
Jika kita bertahan seperti anak kecil, kita bertahan dengan kemurnian hati kita. Kita bertahan dengan sikap bergantung sepenuhnya terhadap orang tua kita untuk segala kebutuhan kita, dalam hal ini kepada Bapa. Kita bergantung pada keputusan baik dan buruk dari Allah untuk kita, kita meminta perencanaan dan izin atas terwujudnya rencana itu sepenuhnya kepada Bapa.
Terkait dengan pertobatan, mengambil sikap seperti anak kecil yang setia adalah mengambil sikap optimis dan penuh semangat. Anak kecil belajar menyerap nasihat dari orang tua dan meniru teladan orang tuanya. Ketika mereka salah dan ditegur, mereka akan berusaha untuk memperbaiki tanpa banyak membantah. Begitu pun kita juga sebenarnya harus bersikap, jangan menonjolkan pembenaran dan bantahan-bantahan terhadap teguran yang diberikan Tuhan kepada kita, baik secara rohani melalui sumber-sumber tertentu saat kita membaca kitab suci, mengikuti seminar, mendengarkan kotbah Pastor atau yang datang dari kerabat-kerabat dan orang-orang terdekat kita.
Teladan Orang Kudus : St. Maximillianus Maria Kolbe
Raymond Kolbe dilahirkan di Polandia pada tahun 1894. Ia bergabung dengan Ordo Fransiskan pada tahun 1907 dan memilih nama seperti kita mengenalnya sekarang: Maximilianus. Maximilianus amat mencintai panggilannya dan secara istimewa ia mencintai Santa Perawan Maria. Ia menambahkan nama “Maria” pada namanya ketika ia mengucapkan kaul agungnya pada tahun 1914. Pastor Maximilianus Maria yakin bahwa dunia abad keduapuluh membutuhkan Bunda Surgawi mereka untuk membimbing serta melindunginya. Ia mempergunakan media cetak agar Maria lebih dikenal luas. Ia bersama dengan teman-teman Fransiskannya menerbitkan bulletin yang terbit dua bulan sekali yang segera saja tersebar dan dibaca orang di seluruh dunia.
Bunda Allah memberkati karya Pastor Maximilianus Kolbe. Ia membangun sebuah biara besar di Polandia. Biara tersebut dinamainya “Kota Immaculata”. Pada tahun 1938, delapan ratus biarawan Fransiskan tinggal serta berkarya di sana untuk mewartakan kasih sayang Maria. Pastor Kolbe juga membangun sebuah Kota Immaculata di Nagasaki, Jepang. Dan sebuah lagi dibangunnya di India. Pada tahun 1938, Nazi menyerbu Kota Immaculata Polandia. Mereka menghentikan karya mengagumkan yang berlangsung di sana. Pada tahun 1941, kaum Nazi menangkap Pastor Kolbe. Mereka menjatuhkan hukuman kerja paksa di Auschwitz. Pastor Kolbe telah berada di Auschwitz selama tiga bulan lamanya ketika seorang tahanan berhasil melarikan diri. Para Nazi menghukum tahanan yang tersisa oleh karena tahanan yang melarikan diri tersebut. Mereka memilih secara acak sepuluh orang tahanan untuk dihukum mati dalam bunker kelaparan. Seluruh tahanan berdiri tegang sementara sepuluh orang ditarik keluar dari barisan. Seorang tahanan yang terpilih, seorang pria yang telah menikah dan mempunyai keluarga, merengek serta memohon dengan sangat agar diampuni demi anak-anaknya. Pastor Kolbe, yang tidak terpilih, mendengarnya dan hatinya tergerak oleh belas kasihan yang mendalam untuk menolong tahanan yang menderita itu. Ia maju ke depan dan bertanya kepada komandan apakah ia dapat menggantikan tahanan tersebut. Sang komandan setuju dengan permintaannya.
Pastor Kolbe dan para tahanan yang lain digiring masuk ke dalam bunker kelaparan. Mereka tetap hidup tanpa makanan atau pun air selama beberapa hari. Satu per satu, sementara mereka mati kelaparan, Pastor Kolbe menolong serta menghibur mereka. Ia yang terakhir meninggal. Suatu suntikan carbolic acid mempercepat kematiannya pada tanggal 14 Agustus 1941. Ia dinyatakan kudus dan martir oleh Paus Yohanes Paulus II pada tahun 1982.
Ref :
http://yesaya.indocell.net/id234_st__maximilianus_maria_kolbe.htm
Doa :
Ya Allah, Bapa yang Mahakuasa, berilah kami terang rahmatMu supaya bisa bersikap, tunduk dan patuh seperti seorang anak kecil yang mau bergantung sepenuhnya kepadaMu setiap saat. Semoga kami juga tidak keras kepala saat kami ditarik kepadaMu untuk selalu memperbaharui sikap pertobatan kami. Demi Kristus, Tuhan dan pengantara kami. Amin
Doa :
Ya Allah, Bapa yang Mahakuasa, berilah kami terang rahmatMu supaya bisa bersikap, tunduk dan patuh seperti seorang anak kecil yang mau bergantung sepenuhnya kepadaMu setiap saat. Semoga kami juga tidak keras kepala saat kami ditarik kepadaMu untuk selalu memperbaharui sikap pertobatan kami. Demi Kristus, Tuhan dan pengantara kami. Amin
Komentar
Posting Komentar