Sketsa Iman, 31 Oktober 2018
Bacaan 1 : Ef. 6:1-9
Bacaan Injil : Luk 13:22-30
Bacaan Kitab Suci :
Renungan :
Hari ini, kita belajar tentang perjuangan untuk mendapatkan keselamatan. Setelah Yesus mengajar dan berkeliling ke kota-kota dan desa-desa, merupakan hal yang wajar jika ada yang begitu penasaran tentang siapa yang bisa diselamatkan. Seseorang pun memberanikan diri bertanya dan dia memulai dengan kalimat yang sedikit pesimis " sedikit sajakah orang yang diselamatkan?" Tanggapan Yesus justru meminta kepada semua yang hadir dan mendengarkan pertanyaan itu supaya jangan mudah menyerah dan berusaha keras.
Tuhan Yesus mengatakan bahwa pintu menuju keselamatan itu penuh sesak. Banyak orang berusaha untuk masuk ke sana, tetapi mereka tidak dapat. Yesus pun mengatakan tentang hal-hal penting terkait itu. Pertama, akan tiba waktunya sang tuan rumah menutup pintu. Ini artinya ada jangka waktu pintu itu tetap terbuka. Kedua, tentang orang-orang yang kemudian mengetok dan mencoba menegosiasikan kondisinya tetapi tetap ditolak.
Yang menarik disini, Yesus berkata bahwa orang-orang ini makan-minum dihadapan Tuhan secara langsung, dan Tuhan sendiri telah datang dan mengajar dijalan-jalan kota mereka. Tapi Yesus berkata bahwa mereka semua adalah pembuat kejahatan. Artinya apa ? pengajaran, hidup bersama Yesus itu tidak diresapkan dalam hati. Hidup orang-orang ini bertolak belakang karena mereka tidak berusaha berbuat kebaikan. Malahan mereka banyak melakukan tindakan-tindakan yang tidak terpuji.
Dewasa ini, kitapun disadarkan juga akan perilaku kita masing-masing dilingkungan diluar Gereja. Bisa saja orang- orang terlihat rajin ke Gereja, rajin ikut persekutuan doa dan sebagainya tetapi hidupnya sendiri jauh dari kebaikan. Di tengah - tengah lingkungannya, dia mungkin mudah emosi, cekcok, bergosip dengan orang lain dsb. Atau bisa juga jika ikut aktif dalam pelayanan, tetapi keluarga sendiri ditelantarkan dan ditinggalkan. Maka , dari sini kita mau diingatkan Tuhan untuk bersikap seimbang dalam hidup kita.
Bila kita dekat dengan Tuhan, dekat dengan pengajaranNya maka langkah selanjutnya adalah menghayati pengajaran - pengajaran itu. Terkadang kita hanya mau "sekedar tahu", "penasaran" ketika mengikuti kegiatan-kegiatan rohani. Begitu itu semua selesai, kitapun segera kembali ke kebiasaan lama kita. Salah satu contohnya, biasanya ketika orang-orang pulang dari Gereja, bergegas ke kendaraan pribadinya masing-masing, biasanya akan terjadi kemacetan. Dititik itu saja, orang-orang sudah diajak untuk melatih kesabaran dan tidak emosi terhadap sesama pengguna jalan.
Jadi, bila kita perhatikan sesungguhnya ini adalah hal-hal kecil dan sederhana yang mesti secara berulang-ulang membutuhkan kewaspadaan penuh kita. Kita akan dinilai oleh Tuhan bahkan dari semua hal-hal sederhana itu. Sebaliknya, jika kita rajin memberikan kebaikan - kebaikan kecil setiap waktu, maka kita akan ikut serta dalam perjamuan Kerajaan Allah itu bersama-sama dengan semua pengikut Tuhan dari segala penjuru.
Teladan Orang Kudus : St Alfonsus Rodriguez
Orang kudus dari Spanyol ini dilahirkan pada tahun 1553. Ia mengambil alih usaha jual beli kain wol milik keluarganya ketika usianya duapuluh tiga tahun. Tiga tahun kemudian ia menikah. Tuhan mengaruniakan kepada Alfonsus dan Maria - isterinya, dua orang anak. Tetapi banyak penderitaan yang kemudian datang menimpa Alfonsus. Usahanya mengalami kesulitan, puterinya yang masih kecil meninggal dunia, disusul oleh isterinya. Sekarang, pengusaha ini mulai berpikir tentang apa yang kira-kira dirancangkan Tuhan baginya. Dari dulu Alfonsus adalah seorang Kristen yang saleh. Tetapi sekarang, ia berdoa, bermatiraga, dan menerima sakramen-sakramen lebih banyak dari sebelumnya.
Ketika usianya menjelang empatpuluh tahun, putera Alfonsus meninggal dunia juga. Bukannya membenamkan diri dalam kesedihan, tetapi Alfonsus semakin khusuk berdoa serta memohon karunia percaya sepenuhnya kepada Tuhan. Segera kemudian Alfonsus mohon diijinkan bergabung dengan Serikat Yesus. Tetapi, ia diberitahu bahwa ia harus belajar terlebih dahulu. Jadi, ia kembali bersekolah. Anak-anak kecil menertawakan Alfonsus. Ia harus meminta-minta untuk makan, sebab ia telah memberikan seluruh uangnya kepada kaum miskin papa. Demikianlah, pada akhirnya Alfonsus diterima sebagai frater dan diberi tugas sebagai penjaga pintu di sebuah seminari Yesuit. “Frater yang itu bukanlah seorang manusia - ia seorang malaikat!” demikian kata superiornya mengenai Alfonsus bertahun-tahun kemudian. Para imam yang mengenalnya selama empat puluh tahun tidak pernah mendapatinya mengatakan atau melakukan sesuatu yang tidak baik. Kebaikan hatinya serta ketaatannya telah diketahui semua orang. Suatu kali, semua kursi dalam biara, bahkan juga kursi-kursi dari kamar tidur, dipergunakan untuk suatu Devosi Empat Puluh Jam. Karena suatu kesalahan, kursi Frater Alfonsus tidak dikembalikan kepadanya hingga tahun berikutnya. Namun demikian, ia tidak pernah mengeluh atau pun membicarakan masalah tersebut kepada siapa pun.
Selama masa hidupnya yang panjang, St. Alfonsus harus menaklukkan pencobaan-pencobaan yang berat. Selain itu, ia juga mengalami penderitaan jasmani yang menyakitkan. Bahkan pada saat ia terbaring mendekati ajalnya, ia harus melewatkan setengah jam lamanya bergumul dengan penderitaan yang luar biasa. Kemudian, sesaat sebelum wafat, ia dipenuhi dengan damai dan sukacita. Ia mencium Salibnya dan memandang teman-teman sebiaranya dengan penuh kasih. St. Alfonsus wafat pada tahun 1617 dengan nama Yesus di bibirnya.
Ref :
http://yesaya.indocell.net/id247_st__alfonsus_rodriquez.htm
Doa :
Ya Allah, Bapa yang Mahakuasa, berilah kami rahmat supaya kami punya semangat memperjuangkan keselamatan kami. Semoga kami senantiasa mawas diri akan segala perilaku kami terhadap sesama. Ampunilah kesalahan - kesalahan kami, dan berkatilah niat - niat dan perbuatan nyata kami yang berkontribusi positif terhadap sesama kami. Demi Kristus, Tuhan dan pengantara kami. Amin
Komentar
Posting Komentar