Sketsa Iman, 21 Juni 2018
Bacaan 1 : Sir. 48:1-14
Bacaan Injil : Mat 6:7-15
Ulasan Kitab Suci :
6:7 Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-katadoanya akan dikabulkan. 6:8 Jadi janganlah kamu seperti mereka, karena Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya. 6:9 Karena itu berdoalah demikian: Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah nama-Mu, 6:10 datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga. 6:11 Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya 6:12 dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami;6:13 dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat. (Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin.) 6:14 Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. 6:15 Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu."
Renungan :
Kita semua tahu tentang doa Bapa kami, karena doa ini adalah salah satu doa pokok Gereja. Doa ini disampaikan langsung oleh Yesus dengan rumusan dan nilai yang sangat mendalam. Doa ini kita selalu ucapkan setiap kali melakukan Ekaristi dan juga kita doakan ketika doa Rosario atau doa - doa devosi lainnya.
Karena seringnya diucapkan, seringkali doa ini menjadi doa karena "kebiasaan", sebuah lantunan kata-kata tanpa makna karena sudah sangat hapal dengan rumusannya. Secara khusus, saya mengajak kita untuk fokus ke ayat 7- 8 dan ayat ke 14-15.
Melalui ayat 7-8 , Yesus mengingatkan kita bahwa Bapa kita adalah Allah yang Mahakuasa, tidak perlu banyak kata-kata untuk meyakinkan Tuhan. Doa kita harus padat berisi dan penuh iman. Mengucapkan Doa Bapa kami, berarti kita berdoa dalam iman, dengan konteks yang sangat jelas, yaitu untuk kemuliaan Tuhan dan untuk meminta hal-hal sesuai kebutuhan kita SAAT INI dan juga bagaimana kita menjalin hubungan yang baik dengan sesama kita.
Melalui ayat 14-15, Yesus meminta kita menghidupkan Doa Bapa Kami. Kita harus menghidupkannya dengan cara mempraktikkannya. Kita tidak meminta permohonan ampun kepada Bapa dan berharap diampuni, sementara kita sendiri masih membenci orang lain. Setiap ucapan yang kita sampaikan kepada Bapa, harus merupakan ujud nyata kita sendiri.
Kita tak takut akan hari esok, makanya kita meminta kecukupan rejeki hari ini. Kita berdoa kepada Bapa, seperti kita meminta sesuatu kepada orang tua kita, kita tahu ada jaminannya doa kita terkabul. Lalu tentu saja, kita harus mempraktikkan kebaikan kepada sesama, supaya kita juga diberikan hal yang baik oleh Bapa kepada kita.
Teladan Orang Kudus : St Aloysius Gonzaga
Hari ini kita belajar dari seorang pemuda penuh semangat yang belajar melihat kehidupan dari kacamata Kristus. Aloysius Gonzaga adalah santo pelindung kaum muda Katolik. Ia dilahirkan pada pada tanggal 9 Maret 1568. Ayahnya menginginkan dia untuk menjadi tentara. Ketika berusia 5 tahun, ia pun diajak ikutan baris berbaris. . Suatu hari, ia bahkan berhasil mengisi dan menembakkan senapan ketika pasukan tentara sedang beristirahat. Ia juga belajar umpatan dan kata-kata kasar dari para prajurit. Ketika mengetahui apa arti kata-kata tersebut, Aloysius merasa menyesal bahwa ia telah mengucapkannya. Ia kemudian dikirim ke istana-istana para raja dan pangeran. Ia melihat kelicikan, kedengkian dan berbagai kecemaran yang sudah menjadi hal biasa disana. Namun hal ini membuatnya sangat berhati-hati. Ketika ia sempat sakit, ia menggunakan banyak waktu untuk berdoa dan membaca buku-buku yang baik. Akhirnya, ketika berusia 16 tahun, ia memutuskan bergabung menjadi seorang imam Yesuit. Ayahnya menentang keinginannya itu.
Tetapi, setelah tiga tahun, akhirnya ia mengijinkannya juga. Begitu bergabung dengan Yesuit, Aloysius wajib melakukan pekerjaan-pekerjaan berat dan kasar. Ia melayani di dapur dan mencuci piring-piring kotor. Ia biasa mengatakan, “Aku ini sepotong besi yang bengkok. Aku datang kepada agama agar dijadikan lurus oleh palu penyangkalan diri dan laku tobat.”
Ketika suatu wabah menyerang kota Roma, Aloysius mohon agar diijinkan merawat mereka yang sakit. Dia, yang biasa dilayani oleh pelayan-pelayan, dengan senang hati menyeka mereka yang sakit serta merapikan tempat tidur mereka. Ia melayani orang-orang sakit hingga akhirnya penyakit itu menyerangnya juga.
St. Aloysius baru berusia dua puluh tiga tahun ketika ia wafat pada malam tanggal 20 Juni 1591. Ia hanya mengatakan, “Aku akan pergi ke surga.” Jenazah St. Aloysius Gonzaga disemayamkan di Gereja St. Ignatius di Roma. Ia dinyatakan kudus oleh Paus Benediktus XIII pada tahun 1726.
Doa :
Berdoalah 1x doa Bapa Kami.
Bacaan 1 : Sir. 48:1-14
Bacaan Injil : Mat 6:7-15
Ulasan Kitab Suci :
6:7 Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-katadoanya akan dikabulkan. 6:8 Jadi janganlah kamu seperti mereka, karena Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya. 6:9 Karena itu berdoalah demikian: Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah nama-Mu, 6:10 datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga. 6:11 Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya 6:12 dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami;6:13 dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat. (Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin.) 6:14 Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. 6:15 Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu."
Renungan :
Kita semua tahu tentang doa Bapa kami, karena doa ini adalah salah satu doa pokok Gereja. Doa ini disampaikan langsung oleh Yesus dengan rumusan dan nilai yang sangat mendalam. Doa ini kita selalu ucapkan setiap kali melakukan Ekaristi dan juga kita doakan ketika doa Rosario atau doa - doa devosi lainnya.
Karena seringnya diucapkan, seringkali doa ini menjadi doa karena "kebiasaan", sebuah lantunan kata-kata tanpa makna karena sudah sangat hapal dengan rumusannya. Secara khusus, saya mengajak kita untuk fokus ke ayat 7- 8 dan ayat ke 14-15.
Melalui ayat 7-8 , Yesus mengingatkan kita bahwa Bapa kita adalah Allah yang Mahakuasa, tidak perlu banyak kata-kata untuk meyakinkan Tuhan. Doa kita harus padat berisi dan penuh iman. Mengucapkan Doa Bapa kami, berarti kita berdoa dalam iman, dengan konteks yang sangat jelas, yaitu untuk kemuliaan Tuhan dan untuk meminta hal-hal sesuai kebutuhan kita SAAT INI dan juga bagaimana kita menjalin hubungan yang baik dengan sesama kita.
Melalui ayat 14-15, Yesus meminta kita menghidupkan Doa Bapa Kami. Kita harus menghidupkannya dengan cara mempraktikkannya. Kita tidak meminta permohonan ampun kepada Bapa dan berharap diampuni, sementara kita sendiri masih membenci orang lain. Setiap ucapan yang kita sampaikan kepada Bapa, harus merupakan ujud nyata kita sendiri.
Kita tak takut akan hari esok, makanya kita meminta kecukupan rejeki hari ini. Kita berdoa kepada Bapa, seperti kita meminta sesuatu kepada orang tua kita, kita tahu ada jaminannya doa kita terkabul. Lalu tentu saja, kita harus mempraktikkan kebaikan kepada sesama, supaya kita juga diberikan hal yang baik oleh Bapa kepada kita.
Teladan Orang Kudus : St Aloysius Gonzaga
Hari ini kita belajar dari seorang pemuda penuh semangat yang belajar melihat kehidupan dari kacamata Kristus. Aloysius Gonzaga adalah santo pelindung kaum muda Katolik. Ia dilahirkan pada pada tanggal 9 Maret 1568. Ayahnya menginginkan dia untuk menjadi tentara. Ketika berusia 5 tahun, ia pun diajak ikutan baris berbaris. . Suatu hari, ia bahkan berhasil mengisi dan menembakkan senapan ketika pasukan tentara sedang beristirahat. Ia juga belajar umpatan dan kata-kata kasar dari para prajurit. Ketika mengetahui apa arti kata-kata tersebut, Aloysius merasa menyesal bahwa ia telah mengucapkannya. Ia kemudian dikirim ke istana-istana para raja dan pangeran. Ia melihat kelicikan, kedengkian dan berbagai kecemaran yang sudah menjadi hal biasa disana. Namun hal ini membuatnya sangat berhati-hati. Ketika ia sempat sakit, ia menggunakan banyak waktu untuk berdoa dan membaca buku-buku yang baik. Akhirnya, ketika berusia 16 tahun, ia memutuskan bergabung menjadi seorang imam Yesuit. Ayahnya menentang keinginannya itu.
Tetapi, setelah tiga tahun, akhirnya ia mengijinkannya juga. Begitu bergabung dengan Yesuit, Aloysius wajib melakukan pekerjaan-pekerjaan berat dan kasar. Ia melayani di dapur dan mencuci piring-piring kotor. Ia biasa mengatakan, “Aku ini sepotong besi yang bengkok. Aku datang kepada agama agar dijadikan lurus oleh palu penyangkalan diri dan laku tobat.”
Ketika suatu wabah menyerang kota Roma, Aloysius mohon agar diijinkan merawat mereka yang sakit. Dia, yang biasa dilayani oleh pelayan-pelayan, dengan senang hati menyeka mereka yang sakit serta merapikan tempat tidur mereka. Ia melayani orang-orang sakit hingga akhirnya penyakit itu menyerangnya juga.
St. Aloysius baru berusia dua puluh tiga tahun ketika ia wafat pada malam tanggal 20 Juni 1591. Ia hanya mengatakan, “Aku akan pergi ke surga.” Jenazah St. Aloysius Gonzaga disemayamkan di Gereja St. Ignatius di Roma. Ia dinyatakan kudus oleh Paus Benediktus XIII pada tahun 1726.
Doa :
Berdoalah 1x doa Bapa Kami.
Komentar
Posting Komentar