Pada bagian pertama, kita sudah bersama - sama melihat secara garis besar bahwa Alkitab yang kita miliki saat ini, telah melalui proses pembentukan yang sangat panjang. Alkitab lebih seperti perpustakaan yang terdiri atas sejumlah besar kitab dengan latar belakang penulis yang berbeda dan diwakili oleh kebudayaan - kebudayaan yang beredar pada masanya.
Siapakan penulis Kitab Taurat?
Kitab Taurat sering diidentikkan dengan Musa, karena dianggap bahwa kitab ini ditulis oleh Musa. Pada masa sesudah pembuangan (538 SM), Musa sudah dianggap sebagai penulis kitab Taurat (Ezr 3:2, 2 Taw 25:4). Namun, jika kita melihat lebih teliti ke dalam kisah - kisah yang tertulis di dalam lima kitab, terdapat bagian yang menceritakan tentang kematian Musa, dan lebih jauh, informasi mengenai Yosua yang menjadi pemimpin selanjutnya dari bangsa Israel. Tentu cukup sulit untuk menerima bahwa Musa menuliskan tentang kematiannya sendiri.
Bagaimanapun juga, Musa adalah tokoh besar dalam peristiwa keluaran, bahkan dalam sejarah bangsa Israel sendiri, maka ia pun mati dengan cara yang agung. Bisa jadi, orang yang menuliskan tentang kematian Musa, adalah Yosua, yang menjadi penggantinya.
Orang - orang Yahudi dan Kristiani tidak pernah meragukan peran Musa sebagai penulis Kitab Taurat, sampai terjadi reformasi Protestan pada abad XVI. Pada waktu itu, banyak digiatkan kegiatan penerjemahan kitab suci ke dalam bahasa - bahasa yang lebih dipahami banyak orang. Karena itu, berkembang juga studi tentang kitab suci. Jika ditelisik lebih jauh, ternyata ditemukan sejumlah ciri khas, seperti adanya kisah - kisah ganda misalkan dalam Kej 1:1-2:4 dan Kej 2:4b-25.
Selain itu terdapat juga pengamatan para ahli tentang penggunaan sebutan yang berbeda untuk Allah Pencipta, yaitu "Elohim" pada Kej 1, namun pada Kej 2 -3 digunakan "YHWH" Elohim. Mkaa dari sini, ditemukanlah adanya dua corak yang dikenal sebagai tradisi Elohista (E) dan tradisi Yahwista (J).
Selanjutnya pada bagian Kitab Taurat yang lain, terdapat penekanan - penekanan pada para imam seperti daftar keturunan, ibadah , hukum dan kegiatan liturgis lainnya. Walaupun menggunakan kata "Elohim" , tapi karena perhatian yang berbeda ini, para ahli memisahkan sumber ini menjadi tradisi para imam.
Sementara itu, ketika membaca kitab Ulangan, terdapat pengulangan - pengulangan kisah yang sudah pernah disampaikan di kitab yang lain. Namun, para ahli menemukan juga adanya corak penulisan yang berbeda dari ketiga tradisi yang sudah dikenali tadi. Karena itu, para ahli menyebutkan kitab ini berasal dari sumber lain, yaitu sumber Ulangan atau Deuteronomi (D).
Berikut ini, secara sekilas kita mau melihat gambaran yang ada pada 4 tradisi tersebut :
1) Tradisi Yahwista (J)
Disebut demikian, karena menyebut Allah Israel dengan YHWH. Diperkirakan juga proses penulisan ini dimulai pada zaman pemerintahan Salomo, sekitar tahun 900 SM. Orang - orang ini menulis juga sejarah Israel yang dilihat dari sudut pandang bangsa Yehuda, yang sesuku dengan Raja Daud.
Tulisan - tulisan yang dihasilkan merupakan cerita - cerita yang cukup hidup, diantaranya :
- Kisah perseturuan antara Kaind an Habel, Esau dan Yakub, Yusuf dan saudara-saudaranya). Dalam kisah - kisah ini terdapat kesamaan dimana sang adik menang atas sang kakak.
- Istri yang tidak mempunyai anak (Sarah, Ribka, Rahel) sampai Allah membuka rahim mereka.
Cerita - cerita yang disuguhkan oleh tradisi Yahwista ini sangat hidup dan menarik. Di dalamnya banyak pergumulan - pergumulan yang dihadapi oleh tokoh - tokohnya. Sisi kelemahan - kelemahan tokoh - tokoh tersebut tetap disampaikan, bahkan yang dekat dengan Tuhan seperti kisah Yakub, yang menerima berkat Tuhan, tapi ternyata cukup licik dan tidak jujur atau seperti kisah Abraham yang dekat dengan Tuhan tapi bisa jatuh juga.
Kisah - kisah ini juga mengungkapkan peran iman kepada Allah. Tokoh - tokoh penting tersebut ikut berdialog dengan Allah, dan Allah juga menyampaikan pendapat - pendapatNya, kehendak - kehendakNya. Cara tradisi Yahwista menggambarkan sosok Allah, dikenal sebagai antropomorfisme, yaitu menggambarkan Allah dengan fisik, sifat dan perilaku yang manusiawi.
2) Tradisi Elohista (E)
Setelah Salomo wafat, kerajaan Daud tidak bertahan lama, dan mengalami perpecahan. Perpecahan ini menyebabkan Kerajaan ini terpecah menjadi 2, yaitu kerajaan Utara yang menyandang nama "Israel" yang mencakup 10 suku , dan Kerajaan Selatan yang disebut kerajaan Yehuda dengan 2 suku termasuk didalamnya suku Yehuda.
Nah, karena sebenarnya kedua kerajaan ini sama - sama bangsa Israel, mereka menggunakan bahasa yang sama dan juga menyembah Allah yang sama, orang - orang dari kerajaan utara ini, mencoba membuat sejumlah perbedaan yang mencegah penduduknya pindah ke selatan. Hal ini dilakukan dengan mengurangi ketergantungan dan keterpusatan ke Israel, salah satunya Yerusalem sebagai kota suci, dan Bait Allah.
Sebagai gantinya, orang - orang ini mendirikan tempat peribadatan baru di Betel dan kota Dan oleh raja Yerobeam. Mereka juga menyelenggarakan hari - hari raya tersendiri. Semua ini dilakukan untuk mencegah orang utara pergi dan beribadah ke Yerusalem.
Atas dasar ini, ketika mereka menuliskan juga Sejarah suci Israel, mereka memberikan corak yang berbeda dalam penulisan kitab Taurat. Pertama, mereka mengganti istilah YHWH dengan sebutan lain, yaitu Elohim untuk menyebut Allah Israel.
Selain itu, terdapat penekanan yang kuat juga pada kisah - kisah leluhur dalam penulisan kembali sejarah Israel menurut versi mereka. Supaya bangsa Israel mampu mengingat kembali janji Allah kepada nenek moyang mereka, Abraham, mereka banyak menuliskan kisah - kisah yang dimulai dari panggilan Abraham. Dalam tulisan - tulisannya, tempat - tempat suci yang penting bagi kerajaan Utara pun disebutkan seperti : Sikhem dan Betel.
Orang - orang dari Kerjaan utara ini juga sangat menghormati Allah, sehingga corak yang menggambarkan Allah dengan sifat - sifat dan perilaku manusiawi (antroformisme), dihindari karena dianggap kurang menggambarkan citra Allah yang rohani dan sangat mulia.
3) Tradisi Ulangan (D / Deuteronomi)
Dalam sejarah selanjutnya, sebelum kerajaan utara jatuh ke tangan penguasa Asyur, bangsa Israel pun menyadari bahwa ada banyak peraturan - peraturan Musa yang tidak diterapkan lagi. Oleh karena itu, mereka membuat penataan kembali atas peraturan - peraturan yang dianggap dapat memenuhi kebutuhan zaman itu. Orang - orang Lewi, mengumpulkan peraturan dan adat istiadat, membacanya dengan seksama dan melakukan penataan kembali.
4) Tradisi Imam / Presbyter
Setelah kerajaan utara dihancurkan oleh bangsa Asyur, giliran kerajaan selatan dihancurkan oleh Babilonia dan bangsa Israel yang tersisa dibuang ke tanah asing. Bangsa Israel kemudian melalui sejumlah besar perjuangan untuk menemukan jatidirinya, terutama karena Bait Allah dihancurkan.
Siapakan penulis Kitab Taurat?
Kitab Taurat sering diidentikkan dengan Musa, karena dianggap bahwa kitab ini ditulis oleh Musa. Pada masa sesudah pembuangan (538 SM), Musa sudah dianggap sebagai penulis kitab Taurat (Ezr 3:2, 2 Taw 25:4). Namun, jika kita melihat lebih teliti ke dalam kisah - kisah yang tertulis di dalam lima kitab, terdapat bagian yang menceritakan tentang kematian Musa, dan lebih jauh, informasi mengenai Yosua yang menjadi pemimpin selanjutnya dari bangsa Israel. Tentu cukup sulit untuk menerima bahwa Musa menuliskan tentang kematiannya sendiri.
Bagaimanapun juga, Musa adalah tokoh besar dalam peristiwa keluaran, bahkan dalam sejarah bangsa Israel sendiri, maka ia pun mati dengan cara yang agung. Bisa jadi, orang yang menuliskan tentang kematian Musa, adalah Yosua, yang menjadi penggantinya.
Orang - orang Yahudi dan Kristiani tidak pernah meragukan peran Musa sebagai penulis Kitab Taurat, sampai terjadi reformasi Protestan pada abad XVI. Pada waktu itu, banyak digiatkan kegiatan penerjemahan kitab suci ke dalam bahasa - bahasa yang lebih dipahami banyak orang. Karena itu, berkembang juga studi tentang kitab suci. Jika ditelisik lebih jauh, ternyata ditemukan sejumlah ciri khas, seperti adanya kisah - kisah ganda misalkan dalam Kej 1:1-2:4 dan Kej 2:4b-25.
Selain itu terdapat juga pengamatan para ahli tentang penggunaan sebutan yang berbeda untuk Allah Pencipta, yaitu "Elohim" pada Kej 1, namun pada Kej 2 -3 digunakan "YHWH" Elohim. Mkaa dari sini, ditemukanlah adanya dua corak yang dikenal sebagai tradisi Elohista (E) dan tradisi Yahwista (J).
Selanjutnya pada bagian Kitab Taurat yang lain, terdapat penekanan - penekanan pada para imam seperti daftar keturunan, ibadah , hukum dan kegiatan liturgis lainnya. Walaupun menggunakan kata "Elohim" , tapi karena perhatian yang berbeda ini, para ahli memisahkan sumber ini menjadi tradisi para imam.
Sementara itu, ketika membaca kitab Ulangan, terdapat pengulangan - pengulangan kisah yang sudah pernah disampaikan di kitab yang lain. Namun, para ahli menemukan juga adanya corak penulisan yang berbeda dari ketiga tradisi yang sudah dikenali tadi. Karena itu, para ahli menyebutkan kitab ini berasal dari sumber lain, yaitu sumber Ulangan atau Deuteronomi (D).
Berikut ini, secara sekilas kita mau melihat gambaran yang ada pada 4 tradisi tersebut :
1) Tradisi Yahwista (J)
Disebut demikian, karena menyebut Allah Israel dengan YHWH. Diperkirakan juga proses penulisan ini dimulai pada zaman pemerintahan Salomo, sekitar tahun 900 SM. Orang - orang ini menulis juga sejarah Israel yang dilihat dari sudut pandang bangsa Yehuda, yang sesuku dengan Raja Daud.
Tulisan - tulisan yang dihasilkan merupakan cerita - cerita yang cukup hidup, diantaranya :
- Kisah perseturuan antara Kaind an Habel, Esau dan Yakub, Yusuf dan saudara-saudaranya). Dalam kisah - kisah ini terdapat kesamaan dimana sang adik menang atas sang kakak.
- Istri yang tidak mempunyai anak (Sarah, Ribka, Rahel) sampai Allah membuka rahim mereka.
Cerita - cerita yang disuguhkan oleh tradisi Yahwista ini sangat hidup dan menarik. Di dalamnya banyak pergumulan - pergumulan yang dihadapi oleh tokoh - tokohnya. Sisi kelemahan - kelemahan tokoh - tokoh tersebut tetap disampaikan, bahkan yang dekat dengan Tuhan seperti kisah Yakub, yang menerima berkat Tuhan, tapi ternyata cukup licik dan tidak jujur atau seperti kisah Abraham yang dekat dengan Tuhan tapi bisa jatuh juga.
Kisah - kisah ini juga mengungkapkan peran iman kepada Allah. Tokoh - tokoh penting tersebut ikut berdialog dengan Allah, dan Allah juga menyampaikan pendapat - pendapatNya, kehendak - kehendakNya. Cara tradisi Yahwista menggambarkan sosok Allah, dikenal sebagai antropomorfisme, yaitu menggambarkan Allah dengan fisik, sifat dan perilaku yang manusiawi.
2) Tradisi Elohista (E)
Setelah Salomo wafat, kerajaan Daud tidak bertahan lama, dan mengalami perpecahan. Perpecahan ini menyebabkan Kerajaan ini terpecah menjadi 2, yaitu kerajaan Utara yang menyandang nama "Israel" yang mencakup 10 suku , dan Kerajaan Selatan yang disebut kerajaan Yehuda dengan 2 suku termasuk didalamnya suku Yehuda.
Nah, karena sebenarnya kedua kerajaan ini sama - sama bangsa Israel, mereka menggunakan bahasa yang sama dan juga menyembah Allah yang sama, orang - orang dari kerajaan utara ini, mencoba membuat sejumlah perbedaan yang mencegah penduduknya pindah ke selatan. Hal ini dilakukan dengan mengurangi ketergantungan dan keterpusatan ke Israel, salah satunya Yerusalem sebagai kota suci, dan Bait Allah.
Sebagai gantinya, orang - orang ini mendirikan tempat peribadatan baru di Betel dan kota Dan oleh raja Yerobeam. Mereka juga menyelenggarakan hari - hari raya tersendiri. Semua ini dilakukan untuk mencegah orang utara pergi dan beribadah ke Yerusalem.
Atas dasar ini, ketika mereka menuliskan juga Sejarah suci Israel, mereka memberikan corak yang berbeda dalam penulisan kitab Taurat. Pertama, mereka mengganti istilah YHWH dengan sebutan lain, yaitu Elohim untuk menyebut Allah Israel.
Selain itu, terdapat penekanan yang kuat juga pada kisah - kisah leluhur dalam penulisan kembali sejarah Israel menurut versi mereka. Supaya bangsa Israel mampu mengingat kembali janji Allah kepada nenek moyang mereka, Abraham, mereka banyak menuliskan kisah - kisah yang dimulai dari panggilan Abraham. Dalam tulisan - tulisannya, tempat - tempat suci yang penting bagi kerajaan Utara pun disebutkan seperti : Sikhem dan Betel.
Orang - orang dari Kerjaan utara ini juga sangat menghormati Allah, sehingga corak yang menggambarkan Allah dengan sifat - sifat dan perilaku manusiawi (antroformisme), dihindari karena dianggap kurang menggambarkan citra Allah yang rohani dan sangat mulia.
3) Tradisi Ulangan (D / Deuteronomi)
Dalam sejarah selanjutnya, sebelum kerajaan utara jatuh ke tangan penguasa Asyur, bangsa Israel pun menyadari bahwa ada banyak peraturan - peraturan Musa yang tidak diterapkan lagi. Oleh karena itu, mereka membuat penataan kembali atas peraturan - peraturan yang dianggap dapat memenuhi kebutuhan zaman itu. Orang - orang Lewi, mengumpulkan peraturan dan adat istiadat, membacanya dengan seksama dan melakukan penataan kembali.
Terdapat pengaruh besar dari nabi - nabi dari kearjaan utara seperti Amos, Hosea dan Elia yang membela iman akan YHWH dan menentang praktik - praktik penyembahan berhala. Setelah kehancuran Samaria pada tahun 722 SM, orang - orang Lewi melarikan diri ke Yerusalem dan meminta perlindungan dari raja Hizkia. Mereka melanjutkan proses penyelesaian tugas penulisan ini.
Mereka menggunakan bahasa yang langsung menentukan salah - benar, melalui rumusan yang menegaskan kewajiban - kewajiban umat Allah. Hukum ini dengan demikian menekankan kesetiaan kepada YHWH. Beberapa hukum yang dipertegas itu misalkan pada tahun Yobel, setiap tujuh tahun, utang harus dihapuskan, dan hamba - hamba harus dibebaskan (Ul 15), dan ketika sebuah kota ditakhulkan semua penduduk harus dibunuh agar tidak diracuni oleh agama asli (Ul 16).
Nah, kitab - kitab yang dibawa ke kerajaan selatan ini selanjutnya melalui proses pengeditan. Hukum - hukm ini dipisahkan sebagai pidato perpisahan yang disampaikan Musa sebelum ia mati. Kitab hukum inilah yang kemudian dikenal sebagai kitab Ulangan (Ul 5-26). Pada waktu selanjutnya kitab ini ditemukan di Bait Allah dan Raja Yosia menggunakan sumber ini sebagai bahan untuk melakukan reformasi politik dan agama (2 Raj 23).
4) Tradisi Imam / Presbyter
Setelah kerajaan utara dihancurkan oleh bangsa Asyur, giliran kerajaan selatan dihancurkan oleh Babilonia dan bangsa Israel yang tersisa dibuang ke tanah asing. Bangsa Israel kemudian melalui sejumlah besar perjuangan untuk menemukan jatidirinya, terutama karena Bait Allah dihancurkan.
Melihat semua ini, para imam berusaha untuk menjadi pemimpin Israel yang memperjuangkan jati diri itu. Merekapun melakukan penataan seperti : menciptakan praktik - praktik keagamaan baru yang menggantikan praktik ibadah yang tidak dapat dikerjakan lagi. Misalkan upacara kurban diganti dengan ibadah kelompok di sinagoga dimana orang - orang bisa berkumpul untuk berdoa dan merenungkan hukum Allah. Selain itu, mereka juga mencoba memberi arti baru pada praktik keagamaan yang sudah ada, seperti hari Sabat dan sunat sebagai tanda khas bahwa mereka adalah umat pilihan Allah.
Gaya bahasa yang digunakan para imam cenderung resmi dan kaku, misalkan pada penulisan kisah penciptaan dalam Kejadian 1:1-2:4a. Mereka juga amat memperhatikan silsilah dan membedakan keturunan - keturunan yang menjadi anggota umat Allah dan yang bukan.
Mereka juga termasuk melestarikan pandangan Allah yang satu, dan menghindari penggunaan gambaran Allah yang antropomorfis. Tidak ada malaikat, binatang yang berbicara atau mimpi. Yang ditekankan disini adalah kehadiran Allah di tengah umat, dan menaruh perhatian besar pada Kemah Suci dan Tabut Perjanjian.
Para imam ini jugalah yang kemudian menyusun kembali keempat tradisi yang menyangkut iman Israel itu. Hasil akhirnya adalah kitab Taurat seperti yang kita saat ini terima. Gulungan kitab ini juga yang kemudian dibawa oleh Imam Ezra ke Yerusalem dan dibacakan dihadapan Israel. Disinilah pula Ezra membina kehidupan religius orang - orang Yahudi di tanah pembuangan.
Ref:
YM. Seto Marsunu.2017, Pengantar Ke Dalam Taurat, Jakarta.Lembaga Biblika Indonesia
YM. Seto Marsunu.2017, Pengantar Ke Dalam Taurat, Jakarta.Lembaga Biblika Indonesia
Komentar
Posting Komentar