Kita mungkin lebih banyak berfokus pada situasi keamanan diri kita masing - masing, dan kita juga lebih banyak merasa sedih pada pembatasan - pembatasan aktifitas keagamaan saat ini. Dikala kita tahu bahwa di Vatikan, Misa Tri hari suci akan diadakan tanpa umat, kita merasa sedih. Begitu juga dikala iman kita ditantang, (artikel 1), lalu penghayatan kita kepada Kristus dalam Ekaristi dan upaya kita untuk bertobat pada masa Prapaskah ini, berubah total (artikel 2) , kita mencoba melihat ke arah mana Tuhan mau membawa kita.
Tentu saja, saat ini, kita masih dalam Masa Prapaskah. Adakah gaung Masa Prapaskah ini terasa mengecil saat ini ? Ternyata, tidak juga. Justru dengan semua situasi yang terjadi saat ini, saya menemukan adanya beberapa praktek - praktek rohani tersembunyi yang sangat berharga, yang bisa didapatkan, sejalan dengan upaya kita bersama untuk memerangi virus COVID - 19 ini.
Masa Prapaskah yang lebih praktis
Masa Prapaskah yang seringkali kita hayati adalah masa- masa persiapan diri menyambut sengsara, wafat dan kematian Yesus, yang lalu diteruskan dengan kabar sukacita kemenangan Kristus atas maut, melalui kebangkitanNya. Sejalan dengan itu masa - masa ini sangat identik dengan sikap menahan diri, berpantang , berpuasa, menyangkal diri, membatasi diri dan lebih peduli dengan sesama. Teorinya seperti itu, tapi bagaimana dengan pelaksanaan konkritnya selama ini ?
Tanpa bermaksud untuk menghakimi orang lain, cukup sering juga kita berkompromi dengan praktik pantang dan puasa kita yang sebenarnya sudah sangat sederhana dan cukup ringan untuk dilakukan. Kita tetap berdalih makan makanan dan minuman yang kita sukai. Kita tetap merasa sulit untuk membatasi rutinitas kita duduk di restoran - restoran, jajan hal - hal yang kita sukai.
Salah satu cara efektif untuk mengurangi dampak luas wabah COVID-19 ini adalah menghindari keramaian. Tiba - tiba, kita tidak lagi bisa nongkrong di kafe - kafe, ditempat jajanan favorit kita, dan kita mesti lebih sering berada di rumah. Tuhan mau mengingatkan kita akan esensi hidup kita, semua itu adalah sarana untuk bertahan hidup. Kenikmatan yang kita rasakan, yang menyertainya adalah bonus dari Tuhan.
Sempat terjadi juga, kondisi "panic buying" dimana orang - orang menyerbu supermaket untuk membeli berbagai barang kebutuhan yang melebihi kebutuhan mereka. Fenomena ini tidak hanya terjadi di Indonesia saja, tapi juga di negara - negara lain. Sebuah panggilan untuk melawan hal - hal ini pun bergema juga. Kita diajak untuk belajar bersikap empati, bahwa sesama kita masih ada yang berkekurangan dan lebih membutuhkan. Misalkan, pada praktik pembelian masker. Sudah banyak himbauan bahwa yang lebih perlu menggunakan masker, adalah mereka yang sakit, bukan yang sehat.
Begitu juga dengan harga produk - produk kesehatan yang melambung tinggi, seperti masker, obat - obatan tertentu, hand sanitizer, termometer dan lain - lain. Apakah layak dan pantas untuk mengambil keuntungan ditengah - tengah bencana kemanusiaan seperti ini ? Sekali lagi, empati kita diuji dan dibentuk Tuhan untuk menyadari sikap - sikap yang kita ambil.
Berikutnya, terdapat juga himbauan pemerintan dan saran dari tim medis dan kesehatan, supaya setiap orang, menerapkan social distancing, saling menjaga jarak satu dengan yang lain. Saya cukup terkesan dengan para tenaga medis yang menghimbau dengan slogan mereka : "kami tetap di rumah sakit membatu anda, anda tetap dirumah untuk membantu kami". Kata - kata ini sederhana tapi berdampak kuat juga.
Sudah lama sekali kita mendengar bahwa satu langkah kecil yang kita lakukan, entah itu mematuhi rambu - rambu lalu lintas, tidak membuang sampah di sembarang tempat, hidup bersih, akan berdampak pada lingkungan dan kehidupan. Ya, jika dilakukan sendiri, itu hasilnya tidak terlalu terlihat. Namun jika dilakukan bersama - sama, dampaknya ternyata luar biasa. Sebenarnya, inilah bentuk pertobatan ekologis sejati yang kita semua sedang praktikkan.
Belum lama ini, ada beberapa hal yang cukup menarik terjadi di seluruh dunia. Tingkat polusi di negara - negara besar, seperti di Cina berkurang drastis. Selain itu, di kota Venisia, juga terdapat berita bahwa ikan lumba- lumba muncul diperairan itu. Alam ternyata mengalami pemulihan, dengan sikap pembatasan diri dari kita semua. Kita sedang dinasihati oleh Tuhan untuk merangkul alam dengan tanggung jawab bersama , yang ternyata mampu kita lakukan lewat hal - hal kecil ini.
Bertahun - tahun, terdapat upaya dari banyak pihak untuk mencoba mengurangi polusi , pengrusakan lingkungan, dan habitat hidup makhluk hidup. Semua ini mencengangkan, karena dengan adanya wabah seperti virus COVID-19 ini, orang - orang dipaksa untuk melakukan perubahan yang lebih besar, lebih luas dan lebih nyata.
Dengan semua hal ini, masihkah kita ragu bahwa 1 hal sederhana, kecil yang kita perbuat untuk kebaikan orang lain tidak punya dampak apa - apa bagi kehidupan ? Di waktu ini, kita juga diajarkan oleh Tuhan bagaimana model penerapan masa Prapaskah yang sejati. Semoga kita semua bisa mendapatkan perubahan hidup yang sejati dan positif, bahkan di tengah - tengah situasi sulit seperti saat ini.
Tentu saja, saat ini, kita masih dalam Masa Prapaskah. Adakah gaung Masa Prapaskah ini terasa mengecil saat ini ? Ternyata, tidak juga. Justru dengan semua situasi yang terjadi saat ini, saya menemukan adanya beberapa praktek - praktek rohani tersembunyi yang sangat berharga, yang bisa didapatkan, sejalan dengan upaya kita bersama untuk memerangi virus COVID - 19 ini.
Masa Prapaskah yang lebih praktis
Masa Prapaskah yang seringkali kita hayati adalah masa- masa persiapan diri menyambut sengsara, wafat dan kematian Yesus, yang lalu diteruskan dengan kabar sukacita kemenangan Kristus atas maut, melalui kebangkitanNya. Sejalan dengan itu masa - masa ini sangat identik dengan sikap menahan diri, berpantang , berpuasa, menyangkal diri, membatasi diri dan lebih peduli dengan sesama. Teorinya seperti itu, tapi bagaimana dengan pelaksanaan konkritnya selama ini ?
Tanpa bermaksud untuk menghakimi orang lain, cukup sering juga kita berkompromi dengan praktik pantang dan puasa kita yang sebenarnya sudah sangat sederhana dan cukup ringan untuk dilakukan. Kita tetap berdalih makan makanan dan minuman yang kita sukai. Kita tetap merasa sulit untuk membatasi rutinitas kita duduk di restoran - restoran, jajan hal - hal yang kita sukai.
Salah satu cara efektif untuk mengurangi dampak luas wabah COVID-19 ini adalah menghindari keramaian. Tiba - tiba, kita tidak lagi bisa nongkrong di kafe - kafe, ditempat jajanan favorit kita, dan kita mesti lebih sering berada di rumah. Tuhan mau mengingatkan kita akan esensi hidup kita, semua itu adalah sarana untuk bertahan hidup. Kenikmatan yang kita rasakan, yang menyertainya adalah bonus dari Tuhan.
Sempat terjadi juga, kondisi "panic buying" dimana orang - orang menyerbu supermaket untuk membeli berbagai barang kebutuhan yang melebihi kebutuhan mereka. Fenomena ini tidak hanya terjadi di Indonesia saja, tapi juga di negara - negara lain. Sebuah panggilan untuk melawan hal - hal ini pun bergema juga. Kita diajak untuk belajar bersikap empati, bahwa sesama kita masih ada yang berkekurangan dan lebih membutuhkan. Misalkan, pada praktik pembelian masker. Sudah banyak himbauan bahwa yang lebih perlu menggunakan masker, adalah mereka yang sakit, bukan yang sehat.
Begitu juga dengan harga produk - produk kesehatan yang melambung tinggi, seperti masker, obat - obatan tertentu, hand sanitizer, termometer dan lain - lain. Apakah layak dan pantas untuk mengambil keuntungan ditengah - tengah bencana kemanusiaan seperti ini ? Sekali lagi, empati kita diuji dan dibentuk Tuhan untuk menyadari sikap - sikap yang kita ambil.
Berikutnya, terdapat juga himbauan pemerintan dan saran dari tim medis dan kesehatan, supaya setiap orang, menerapkan social distancing, saling menjaga jarak satu dengan yang lain. Saya cukup terkesan dengan para tenaga medis yang menghimbau dengan slogan mereka : "kami tetap di rumah sakit membatu anda, anda tetap dirumah untuk membantu kami". Kata - kata ini sederhana tapi berdampak kuat juga.
Sudah lama sekali kita mendengar bahwa satu langkah kecil yang kita lakukan, entah itu mematuhi rambu - rambu lalu lintas, tidak membuang sampah di sembarang tempat, hidup bersih, akan berdampak pada lingkungan dan kehidupan. Ya, jika dilakukan sendiri, itu hasilnya tidak terlalu terlihat. Namun jika dilakukan bersama - sama, dampaknya ternyata luar biasa. Sebenarnya, inilah bentuk pertobatan ekologis sejati yang kita semua sedang praktikkan.
Belum lama ini, ada beberapa hal yang cukup menarik terjadi di seluruh dunia. Tingkat polusi di negara - negara besar, seperti di Cina berkurang drastis. Selain itu, di kota Venisia, juga terdapat berita bahwa ikan lumba- lumba muncul diperairan itu. Alam ternyata mengalami pemulihan, dengan sikap pembatasan diri dari kita semua. Kita sedang dinasihati oleh Tuhan untuk merangkul alam dengan tanggung jawab bersama , yang ternyata mampu kita lakukan lewat hal - hal kecil ini.
Bertahun - tahun, terdapat upaya dari banyak pihak untuk mencoba mengurangi polusi , pengrusakan lingkungan, dan habitat hidup makhluk hidup. Semua ini mencengangkan, karena dengan adanya wabah seperti virus COVID-19 ini, orang - orang dipaksa untuk melakukan perubahan yang lebih besar, lebih luas dan lebih nyata.
Dengan semua hal ini, masihkah kita ragu bahwa 1 hal sederhana, kecil yang kita perbuat untuk kebaikan orang lain tidak punya dampak apa - apa bagi kehidupan ? Di waktu ini, kita juga diajarkan oleh Tuhan bagaimana model penerapan masa Prapaskah yang sejati. Semoga kita semua bisa mendapatkan perubahan hidup yang sejati dan positif, bahkan di tengah - tengah situasi sulit seperti saat ini.
Komentar
Posting Komentar