Salam hangat, para sobat Pena Rohani, dimanapun anda berada. Saya berharap kita semua senantiasa berada dalam kondisi yang baik, dilimpahi dan dilindungi oleh Tuhan dengan berkat , bimbingan dan kasih yang besar.
Tulisan kali ini merupakan refleksi saya terkait dengan situasi dunia pada umumnya, dan Indonesia pada khususnya yang sedang dilanda wabah COVID-19. Dampaknya sangat terasa di banyak bidang hidup kita. Seketika, gaya hidup, rutinitas dan sikap , pandangan , prinsip hidup kita mengalami perubahan.
Saya akan membagi tulisan - tulisan ini menjadi beberapa bagian, dan semoga tulisan - tulisan ini bisa menjadi bahan refleksi yang baik untuk kita, supaya semakin menyadari bahwa Tuhan juga hadir ditengah - tengah masalah yang kita hadapi, memberikan kita kekuatan baru , semangat baru dan pertumbuhan rohani yang semakin baik.
Iman yang lebih dewasa
Hal pertama yang saya rasakan, peristiwa ini menyentuh pondasi kepercayaan saya kepada Tuhan. Mula - mula saya mendengarkan informasi terkait pembatasan aktifitas peribadatan dari Gereja - Gereja di Singapura. Mereka sudah tidak bisa lagi melaksanakan Misa Ekaristi, hari Minggu.
Sayapun mendengarkan banyak komentar dari orang - orang di grup percakapan digital di ponsel saya dan banyak yang merasa prihatin atas kondisi itu. Sebagian yang lain juga bersyukur, bahwa Indonesia masih dapat mengadakan Misa secara rutin. Meskipun belum terkena wabah ini ketika itu, pembatasan - pembatasan tertentu juga sudah mulai di terapkan, misalkan aktifitas Salam Damai yang tidak perlu saling berjabat tangan, sampai praktek menerima komuni, dengan tangan.
Sayapun mendengarkan banyak komentar dari orang - orang di grup percakapan digital di ponsel saya dan banyak yang merasa prihatin atas kondisi itu. Sebagian yang lain juga bersyukur, bahwa Indonesia masih dapat mengadakan Misa secara rutin. Meskipun belum terkena wabah ini ketika itu, pembatasan - pembatasan tertentu juga sudah mulai di terapkan, misalkan aktifitas Salam Damai yang tidak perlu saling berjabat tangan, sampai praktek menerima komuni, dengan tangan.
Yah, sekarang, aktifitas keagamaan sudah diminta dihentikan sementara waktu, tepatnya di Ibukota Jakarta yang disampaikan Gubernur tanggal 19 Maret 2020. Kejadian yang sama kini menimpa Indonesia. Hal ini membuat saya merefleksikan arti iman dan arti kehadiran Tuhan dalam hidup kita semua sebagai anak - anakNya.
Rasanya sangat menyedihkan mengetahui, Misa dimana kita menyambut Ekaristi , Tubuh dan Darah Kristus, ditiadakan. Cukup ironis ketika mendengarkan kegiatan Misa dan doa - doa penyembuhan orang sakit, dihentikan karena suatu penyakit COVID-19. Dan ketika kita sudah cukup rutin menyembah Tuhan dalam kegiatan Adorasi dan komunitas untuk memuji memuliakan Dia, hidup kita terasa ada yang kurang.
Apakah beriman kepada Tuhan, hanya terbatas pada kerajinan kita ke Gereja ? Apakah tidak cukup berdoa dan yakin bahwa Tuhan pasti melindungi kita dari wabah virus ini ? Kita mesti sangat berhati - hati dengan pandangan kita. Dan saat ini, Tuhan sedang menunjukkan pelajaran berharga yang lain.
Menurut Ibrani 11: 1, Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan, dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. Namun , Iman itu bukan suatu kepercayaan yang buta arah. Iman juga harus diiringi dengan akal sehat dan sikap yang tepat. Jika kita percaya kepada Tuhan, maka untuk menjaga keutamaan dari kepercayaan itu, hendaknya kita juga sedapat mungkin menghindari hal - hal yang memang sebaiknya tidak kita lakukan dalam kondisi kepercayaan kita.
Ingatkah kita akan kisah pencobaan Yesus di padang gurun, bagaimana iblis menggoda Yesus untuk terjun dari atas tempat yang tinggi, dan percaya bahwa Allah pasti akan menolong Dia ? Apa kata Yesus ? "Jangan mencobai Allah." Ya, kita tidak perlu merasa sok jago, sok dilindungi, hanya karena kita beriman kepada Tuhan.
Saya juga teringat akan pesan seorang Pastor, ketika menjelaskan tentang bagaimana pandangan dan sikap kita terkait bencana, misalkan ketika Tsunami di Aceh terjadi. Bencana, tidak melihat apakah agamamu ? Ketika melanda suatu daerah, dia tidak berputar melewati rumah - rumah, kawasan, lokasi orang - orang benar dan meluputkan mereka. Secara merata, bencana itu akan tetap menghantam semua kawasan yang memang menjadi lokasi dampaknya. Orang benar ataupun orang jahat, sama - sama menderita hal tersebut.
Maka sebenarnya, iman yang dewasa adalah mengambil sikap dan peran yang sesuai dengan iman itu. Kita juga bertindak aktif, menjauhi mara bahaya , mengikuti anjuran dan panduan pemerintah. Kita mau bersama - sama mengutamakan sikap percaya kepada Tuhan yang sehat, tanpa mencobai Tuhan.
Disamping iman, kita juga mau turut melihat karya nyata Tuhan dalam setiap situasi yang terjadi dihidup kita. Hidup dan mati kita, adanya ditangan Tuhan, namun disamping itu kita tetap menghargai kehidupan itu dengan berusaha mengikuti anjuran hidup sehat, hidup baik yang disampaikan kepada kita saat ini, baik dari kalangan rohaniawan , dari pemerintah maupun dari lingkungan sosial kita berada.
Setuju! Beriman berarti juga percaya bhw akal budi dianugerahkan Tuhan utk membawa kita pd keselamatan. Btw saya baru baca kisah2 para kudus.. ternyata banyak jg yg mengalami mereka tdk bisa komuni..tp krn saking rindunya mereka berdoa dgn sungguh2, malaikat pelindungnya scr ajaib memberikan mereka komuni kudus! Walau buat kita mgkn scr fisik gak menerima komuni, tp skrg emg saat tepat utk melatih iman..bhw kalo kita bener2 rindu, mendoakan doa komuni batin dgn sungguh2..Yesus pasti akan datang dan masuk dalam batin kita. Syukur2 kalo mengalami sama sptnpara kudus, dikasih Hosti Kudus oleh malaikat pelindungnya..kalo ini kejadian boleh sharing ya nanti 😄
BalasHapus